Selasa, 02 November 2010

idk 5.. dasar imunologi


BAB II
PEMBAHASAN


A.          Pembagian Sistem Imun
Sistem imun dapat dibagi menjadi sistem imun alamiah atau nonspesifik/ natural/ innate/ native/ nonadaptif dan sistem imun didapat atau spesifik/ adaptif/ acquired
 












A1.Sistem Imun Nonspesifik
Imunitas non spesifik fisiologik berupa komponen normal tubuh, selalu ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk dan dengan cepat menyingkirkannya. Jumlahnya dapat ditingkatkan oleh infeksi, misalnya jumlah sel darah putih meningkat selama fase akut pada banyak penyakit. Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak menunjukkan spesifitas terhadap bahan asing dan mampu melindungi tubuh terhadap banyak patogen potensial serta dapat memberikan respon langsung.


a.    Pertahanan fisik/mekanik
Kulit, selaput lender, silia saluram nafas, batuk dan bersin, merupakan garis pertahanan terdepan terhadap infeksi. Keratinosit dan lapisan epidermis kulit sehat dan epitel mukosa yang utuh tidak dapat ditembus kebanyakan mikroba. Kulit yang rusak akibat luka bakar dan selaput lendir saluran nafas yang rusak oleh asap rokok akan meningkatkan resiko infeksi.


b.   Pertahanan biokimia
Bahan yang disekresi mukosa saluran napas, kelenjar sebaseus kulit, telinga, spermin dalam semen mengandung bahan yang berperanan dalam pertahanan tubuh secara biokimiawi. Asam hidroklorida dalam lambung, lisozim dalam keringat, ludah, air mata dan air susu dapat melindungi tubuh terhadap berbagai kuman gram positif dengan jalan meng-hancurkan dinding selnya. Air susu ibu juga mengandung laktoferin dan asam neuroaminat yang mempunyai sifat antibakterial terhadap E. coli dan Staphylococcus



c.    Pertahanan Humoral
Molekul larut tertentu diproduksi di tempat infeksi atau cedera dan berfungsi local seperti peptide antimikroba seperti defensin, katelisidin dan IFN dengan efek antiviral. Factor larut lainnya diproduksi di tempat yang lebih jauh dan dikerahkan ke jaringan sasaran melalui seirkulasi seperti komplemen dan PFA
1.    Komplemen
Komplemen terdiri atas sejumlah besar protein yang bila diaktifkan akan memberikan proteksi terhadap infeksi dab berperan dalam respon inflamasi. Komplemen dengan spectrum aktivitas yang luas diproduksi oleh hepatosit dan monosit dan dapat diaktifkan secara langsung oleh mikroba atau produknya (jalur alternatif, klasik dan lektin). Komplemen berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis, sebagai factor kemotaktik dan juga menimbulkan destruksi/lisis bakteri dan parasit.
Antibodi dengan bantuan komplemen dapat menghancurkan membran lapisan LPS(Lipopolisakarida) dinding sel. Bila Lapisan LPS menjadi lemah, lisozim, mukopeptida dalam serum dapat masuk menembus membrane bakteri sehingga bahan sitoplasma yang mengandung bahan-bahan vital keluar sel dan menimbulkan kematian mikroba.

2.    Protein fase akut
Selama fase aku infeksi, terjadi perubahan pada kadar beberapa protein dalam serum yang disebut APP merupakan bahan antimicrobial dalam serum yang meningkat dengan cepat setelah system imun nospesifik diaktifkan. Protein yang meningkat atau menurun selama fase akut disebut juga APRP yang berperan dakam pertahanan diri.
APRP diinduksi oleh sinyal yang berasal dari tempat cedera atau infeksi melalui darah. Hati merupakan tempat sintesis APRP. Sitokin TNF-α, IL-1, IL-6 merupakan sitokin proinflamasi dan berperan dalam induksi APRP


a)    C-Reaktif Protein
Merupakan golongan protein yang kadarnya dalam darah meningkat pada nfeksi akut sebagai respons imunitas nonspesifik. Sebagai opsonin, CRP mengika berbagai mikroorganisme, rotein C pneumokok yang membentuk kompleks dan mengaktifkan komplemen jalur klasik. Pengukuran Crp digunakan untuk menilai aktivitas penyakit inflamasi. CRP dapat meningkat 100 kali atau lebih dan berperan pada imunitas nonspesifik yang dengan bantuan Ca++ dapat mengikat berbagai molekul antara lain fosforilkolin yang ditemukan pada permukaan bakteri/jamur. Sintesis CRP yang meningkat meninggikan viskositas plasma dan laju endap darah. Adanya CRP yang tetap tinggi menunjukkan infeksi yang persisten.
b)   Lektin
Lektin/kolektin merupakanmmolekul larut dalam plasma yang dapat mengikat manan/manosa dalam polisakarida, yang merupakan permukaan banyak bakteri seperti galur pneumokok dan banyak mikriba, tetapi tidak pada sel vertebrata. Lektin berperan sebagai opsonin, mengaktifkan komplemen.


3.    Mediator asal fosfolipid
Metabolisme fosfolipid diperlukan untuk produksi PG dan LTR. Keduanya meningkatkan respon inflamasi melalui peningkatan permeabilitas vascular dan vasodilatasi

4.    Sitokin IL-1, IL-6, TNF-α
Selama terjadi infeksi, produk bakteri seperti LPS mengaktifkan makrofag dan sel lain untuk meproduksi dan melepas berbagai sitokin seperti IL-1 yang merupakan pirogen endogen, TNF-α dan IL-6. Pirogen adalah bahan yang menginduksi demam yang dipacu baik oleh faktor eksogen (endotoksin asal bakteri negative-Gram) atau endogen seperi IL-1 yang diproduksi makrofag dan monosit. Ketiga sitokin tersebut disebut sitokin proinflamasi,merangsang hati untuk mensintesis dan melepas sejumlah protein plasma seperti protein fase akut antara lain CRP yang dapat meningkat 1000 kali, MBL dan SAP.


d.   Pertahanan selular
Fagosit, sel NK, sel mast dan eosinofil berperan dalam sistem imun nonspesifik berperan dalam sistem imun nonspesifik selular. Sel-sel system imun tersebut dapat ditemukan dalam sirkulasi atau jaringan. Contoh sel yang dapat ditemukan dalam sirkulasi adalah neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, sel T, sel B, sel NK, sel darah merah dan trombosit. Sel-sel tersebut masih dapat mengenal produk mikroba esensial yang diperlukan untuk hidupnya. Contoh sel-sel dalam jaringan adalah eosinofil, sel mast, makrofag, sel T, sel plasma dan sel NK.
A2. Sistem Imun Spesifik
Berbeda dengan sistem imun nonspesifik, sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali terpajan dengan tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik. Pajanan tersebut menimbulkan sensitasi, sehingga antigen yang sama dan masuk kedalam tubuh untuk kedua kalinya akan dikenal lebih cepat kemudian dihancurkan. Untuk menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi tubuh, system imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan sistem imun nonspesifik. Namun pada umumnya terjalin kerja sama yang baik antara sistem imun nonspesifik dan spesifik seperti antara komple-fagosit-antibodi dan antara makrofag-sel T.
Sistem imun spesifik terdiri atas sistem humoral dan sistem selular. Pada imunitas humoral, sel B melepas antibody untuk menyingkirkan mikroba ekstraselular. Pada imunitas selular, sel T mengaktifkan makrofag sebagai efektor untuk menghancurkan mikroba atau mengaktifkan sel CTC/Tc sebagai efektor yang menghancurkan sel terinfeksi.
1.    Sistem imun spesifik humoral
Pemeran utama dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B atau sel B. Sel B berasal dari sel multipoten di sumsum tulang. Pada unggas, sel yang disebut Bursal cell atau sel B akan berdiferensiasi menjadi sel B yang matang dalam alat yang disebut Bursa Fabricius yang terletak dekat kloaka. Pada manusia diferensiasi tersebut terjadi dalam sumsum tulang.
Sel B yang dirangsang oleh benda asing akan berproliferasi, berdifensiasi dan berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi antibody. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan dalam serum. Fungsi utama antibody ialah pertahanan terhadap infeksi ekstraselular, virus dan akteri serta menetralkan toksinnya.
2.    Sistem imun spesifik selular
Limfosit T atau sel T berperan pada system imun spesifik selular. Sel tersebut juga berasa dari sel asal yang sama seperti sel B. Pada orang dewasa, sel T dibentuk di dalam sumsum tulang, tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi di dalam kalenjar timus atau pengaruh berbagai factor asal timus. 90-95% dari semua  sel T dalam timus tersebut mati dan hanya 5-10% menjadi matang dan selanjutnya meningglakan timus untuk masuk ke dalam sirkulasi.
Factor timus yaitu timosin dapat ditemukan dalam peredaran darah sebagai hormone asli dan dapat mengaruhi diferensiasi sel T di perifer. Berbeda dengan sel B, sel T terdiri atas beberapa subset sel dengan dengan fungsi yang berlainan yaitu sel CD4+  (Th1, Th2), CD8+ atau CTL (Cytotoxic T Lymphocyte) atau Tc dan Ts atau sel Tr atau Th3. Fungsi utama sistem imun spesifik selular ialah pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraselular, virus, jamur, parasit. Sel CD4+ mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba. Sel CD8+ memusnahkan sel terinfeksi.





B.         Struktur dan Fungsi Antibodi
B1. Pengertian Antibodi
Antibodi atau Immunoglobulin merupakan suatu fraksi plasma (serum) yang bereaksi secara khusus dengan antigen yang merangsang produksinya. Berat molekulnya dari terendah sekitar 150.000 (angka sedimentasi 7S) untuk  komponen IgG hingga fraksi dengan berat molekul 900.000 (19S) untuk IgM.
 

B2. Struktur Dasar
Imunoglobulin merupakan rangkaian 4 rantai polipeptida yang terdiri dari 2 rantai “berat” (Heavy Chain =H) dan 2 rantai “ringan” (Light Chain = L) yang tersusun secara simetris dan saling berhubungan satu sama lainnya melalui ikatan disulfida (Interchain Disulfide Bonds). Struktur dasar ini ditemukan oleh Porter.
Molekul Imunoglobulin dapat dipecah oleh enzim Papain menjadi 3 fragmen. Dua fragmen adalah identik dan dapat mengikat antigen untuk membentuk kompleks yang larut dan bervalensi satu (Univalen), disebut Fab (Fragment Antigen Binding). Sedangkan untuk fragmen ketiga tidak dapat mengikat antigen dan membentuk kristal Fc (Fragment Crytallizable).
Disamping itu, enzim proteolitik Pepsin juga dapat memecah antibodi pada tempat Fc sehingga tertinggal satu fragmen besar yang masih dapat mengendapkan antigen, sehingga masih bervalensi dua (divalen),  disebut F(ab’)2.
Analisa asam amino menunjukkan bahwa terminal-N dari rantai L maupun rantai-H sehingga urutan asam amino yang ditemukan tidak konstan yang disebut Variabel. Sisa dari rantai ternyata menunjukkan struktur yang relatif konstan yang disebut Konstan. Bagian variabel dari rantai-L dan rantai-H, yang membentuk ujung dari Fab menentukan sifat khas antibodi. Oleh karena itu, setiap molekul Imunoglobulin dapat mengikat 2 determinan antigen.
Untuk bagian yang konstan, sama  sekali tidak berpengaruh langsung terhadap antigen, tetapi kemungkinan besar bagian Fc dari Imunoglobulin menentukan aktivitas biologis dari antibodi tersebut. Selain itu, bagian Fc juga meningkatkan aktivitas tertentu setelah antibodi bergabung dengan antigen, misalnya kemampuan mengikat zat Komplemen, perlekatan dengan sel Makrofag atau menyebabkan degranulasi Mast Cell. Fungsi biologis dari bagian Fc pada berbagai jenis Imunoglobulin berbeda satu sama lain, tergantung dari struktur primer molekul dan mungkin memerlukan ikatan dengan antigen sebelum fungsi menjadi aktif.
Molekul antibody terdiri atas 2 rantai ringan identik (light chain) dan 2 rantai berat (heavy chain). Rantai ringan dihubungkan dengan rantai berat oleh ikatan disulfida dan rantai berat diikat dengan lain oleh disulfida. Setiap rantai antibody terdiri atas region variable terminal amino dan region konstan terminal karboksi.
Rantai-L (Light Chain)
Dengan pemeriksaan Bence-Jones menggunakan air kemih penderita Myeloma, ditemukan 2 macam rantai-L, yaitu rantai-κ (Kappa) dan rantai-λ (Labda). Pengklasifikasian tersebut dibuat berdasarkan perbedaan asam amino di daerah tetapnya. Kedua jenis ini terdapat pada semua kelas Imunoglobulin, tetapi tiap molekul Imunoglobulin hanya mengandung satu jenis rantai-L saja. Bagian ujung amino pada tiap rantai-L berisi bagian tempat pengikatan antigen.
Rantai-H (Heavy Chain)
Rantai Berat merupakan dasar pengklasifikasian kelas Imunoglobulin. Bagian ujung amino tiap rantai-H ikut serta dalam tempat pengikatan antigen, ujung lainnya (karboksi) membentuk fragmen Fc, yang mempunyai berbagai aktivitas biologik.
B3. Macam dan Fungsi Imunoglobulin
Berdasarkan jenis rantai-H yang dimiliki, maka pengklasifikasian kelas Imunoglobulin adalah sebagai berikut :


ImunoglobulinG (IgG)
Adalah reaksi imun yang diproduksi terbanyak sebagai antibodi utama dalam proses sekunder dan merupakan pertahanan inang yang penting terhadap bakteri yang terbungkus dan virus. Mampu menyebar dengan mudah ke dalam celah ekstravaskuler dan mempunyai peranan penting menetralisir toksin kuman, serta  melekat pada kuman sebagai persiapan fagositosis.
Merupakan proteksi utama pada bayi terhadap infeksi selama beberapa minggu pertama setelah lahir, dikarenakan mampu menembus jaringan plasenta. IgG yang dikeluarkan melalui cairan kolostrum dapat menembus mukosa usus bayi dan menambah daya kekebalan. 
IgG mempunyai dua tempat pengikatan antigen yang sama (divalen) dan dikenal 4 subkelas, yaitu IgG1 IgG1, IgG2, IgG3 dan IgG4. Perbedaannya terletak pada rantai-H dengan beberapa fungsi biologis serta jumlah dan lokasi ikatan disulfida. IgG1 merupakan 65% dari keseluruhan IgG. IgG2  berguna untuk melawan antigen polisakarida dan menjadi pertahanan yang penting bagi inang untuk melawan bakteri yang terbungkus.
Imunoglobulin A (IgA)
Adalah Imunoglobulin utama dalam sekresi selektif, misalnya pada susu, air liur, air mata dan dalam sekresi pernapasan, saluran genital serta saluran pencernaan atau usus (Corpo Antibodies). Imunoglobulin ini melindungi selaput mukosa dari serangan bakteri dan virus. Ditemukan pula sinergisme antara IgA dengan lisozim dan komplemen untuk mematikan kuman koliform. Juga kemampuan IgA melekat pada sel polimorf dan kemudian melancarkan reaksi komplemen melalui jalan metabolisme alternatif.
Tiap molekul IgA sekretorik berbobot molekul 400.000 terdiri atas dua unit polipeptida dan satu molekul rantai-J serta komponen sekretorik. Sekurang-kurangnya dalam serum terdapat dua subkelas IgA1 dan IgA2. Terdapat dalam serum terutama sebagai monomer 7S tetapi cenderung membentuk polimer dengan perantaraan polipeptida yang disintesis oleh sel epitel untuk memungkinkan IgA melewati permukaan epitel, disebut rantai-J. Pada sekresi ini IgA ditemukan dalam bentuk dimer yang tahan terhadap proteolisis berkat kombinasi dengan suatu protein khusus, disebut Secretory Component yang disintesa oleh sel epitel lokal dan juga diproduksi secara lokal oleh sel plasma.
Imunoglobulin M (IgM)
Imunoglobulin utama yang pertama dihasilkan dalam respon imun primer. IgM terdapat pada semua permukaan sel B yang tidak terikat. Struktur polimer IgM menurut Hilschman adalah lima subunit molekul 4-peptida yang dihubungkan oleh rantai-J. Pentamer berbobot molekul 900.000 ini secara keseluruhan memiliki sepuluh tempat pengikatan antigen Fab sehingga bervalensi 10, yang dapat dibuktikan dengan reaksi Hapten. Polimernya berbentuk bintang, tetapi apabila terikat pada permukaan sel akan berbentuk kepiting.
Disebabkan bervalensi tinggi, maka antibodi ini paling sering bereaksi di antara semua Imunoglobulin, sangat efisien untuk reaksi aglutinasi dan reaksi sitolitik, pengikatan komplemen, reaksi antibodi-antigen yang lain dan karena timbulnya cepat setelah terjadi infeksi dan tetap tinggal dalam darah, maka IgM merupakan daya tahan tubuh yang penting untuk  bakteremia dan virus. Antibodi ini dapat diproduksi oleh janin yang terinfeksi.
ImunoglobulinE (IgE)
Didalam serum ditemukan dalam konsentrasi sangat rendah. IgE apabila disuntikkan ke dalam kulit akan terikat pada Mast Cells dan Basofil. Kontak dengan antigen akan menyebabkan degranulasi dari Mast Cells dengan pengeluaran zat amin yang vasoaktif. IgE yang terikat ini berlaku sebagai reseptor yang merangsang produksinya dan kompleks antigen-antibodi yang dihasilkan memicu respon alergi  Anafilaktik melalui pelepasan zat perantara.
Pada orang dengan hipersensitivitas alergi berperantara antibodi, konsentrasi IgE akan meningkat dan dapat muncul pada sekresi luar. IgE serum secara khas juga meningkat selama infeksi parasit cacing.

ImunoglobulinD (IgD)
Antibodi ini fungsi keseluruhannya belum diketahui secara jelas. Dalam serum IgD ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit dan IgD merupakan antibodi inti sel. Zat ini juga terdapat pada sel penderita leukemia getah bening.
Telah dibuktikan pula bahwa IgD dapat bertindak sebagai reseptor antigen apabila berada pada permukaan limfosit B tertentu dalam darah tali pusar janin dan mungkin merupakan reseptor pertama dalam permulaan kehidupan sebelum diambil alih fungsinya IgM dan Imunoglobulin lainnya, setelah sel tubuh berdiferensiasi lebih jauh. 













BAB III
PENUTUP

Fungsi utama sistem imun yaitu mempertahankan keutuhan tubuh terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup.
Pada dasarnya sistem imun terbagi menjadi dua yaitu sistem imun nonspesifik dan sistem imun spesifik. Sistem imun nonspesifik mampu melindungi tubuh terhadap banyak patogen potensial serta dapat memberikan respon langsung sedangkan sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali terpajan dengan tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik. Pajanan tersebut menimbulkan sensitasi, sehingga antigen yang sama dan masuk kedalam tubuh untuk kedua kalinya akan dikenal lebih cepat kemudian dihancurkan.
Molekul antibody terdiri atas 2 rantai ringan identik (light chain) dan 2 rantai berat (heavy chain). Rantai ringan dihubungkan dengan rantai berat oleh ikatan disulfida dan rantai berat diikat dengan lain oleh disulfida. Setiap rantai antibody terdiri atas region variable terminal amino dan region konstan terminal karboksi.





DAFTAR PUSTAKA
Garna Baratawidjaja Karnen dan Rengganis Iris. 2009. Imunologi Dasar edisi VIII. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ernets, Jawetz. 1996. “Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20”. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1994. “Buku Ajar  Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi”. Jakarta : Penerbit Binarupa Aksara.




0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger