Selasa, 09 November 2010

idk 6 klpok 5 skenario 5


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.            Latar Belakang Masalah
Setiap kegiatan penelitian sejak awal sudah harus ditentukan dengan jelas pendekatan atau desain penelitian apa yang akan diterapkan, hal ini dimaksudkan agar penelitian tersebut dapat benar-benar mempunyai landasan kokoh dilihat dari sudut metodologi penelitian, disamping pemahaman hasil penelitian  yang akan lebih  proporsional apabila pembaca mengetahui pendekatan yang diterapkan.
Obyek dan masalah penelitian memang mempengaruhi pertimbangan-pertimbangan mengenai pendekatan, desain ataupun metode penelitian yang akan diterapkan. Tidak semua obyek dan masalah penelitian bisa didekati dengan pendekatan tunggal, sehingga diperlukan pemahaman pendekatan lain yang berbeda agar begitu obyek dan masalah yang akan diteliti tidak pas atau kurang sempurna dengan satu pendekatan maka pendekatan lain dapat digunakan, atau bahkan mungkin menggabungkannya.
Secara umum pendekatan penelitian atau sering juga disebut           paradigma penelitian yang cukup dominan adalah paradigma penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif.  Dari segi peristilahan para ahli nampak menggunakan istilah atau penamaan yang berbeda-beda meskipun mengacu pada hal yang sama.
Meskipun mengacu pada istilah yang berbeda dengan pemberian karakteristik yang   berbeda pula, namun bila dikaji lebih jauh semua itu lebih bersifat saling melengkapi/memperluas dalam suatu bingkai  metodologi penelitian kualitatif.

1.2.            Rumusan Masalah
1. Apa pengertian penelitian kualitatif?
2. Bagaimana penelitian kualitatif dalam bentuk phenomenology?
3. Bagaimana penelitian kualitatif dalam bentuk Grounded Theory?
4. Bagaimana penelitian kualitatif dalam bentuk Etnography?

1.3.            Tujuan
1.  Mengetahui Apa pengertian penelitian kualitatif?
2. Mengetahui bagaimana penelitian kualitatif dalam bentuk phenomenology
3. Mengetahui bagaimana penelitian kualitatif dalam bentuk Grounded Theory
4. Mengetahui bagaimana penelitian kualitatif dalam bentuk Etnography

BAB II
PEMBAHASAN
Bogdan dan Taylor (1992) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yng menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati.
Menurut Strauss dan Corbin yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran).
Penelitian kualitatif secara umum dapat digunakan untuk penelitian tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi organisasi, aktivitas sosial, dan lain-lain. Salah satu alasan menggunakan pendekatan kualitatif adalah pengalaman para peneliti dimana metode ini dapat digunakan untuk menemukan dan memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala merupakan sesuatu yang sulit untuk dipahami secara memuaskan.
Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perpektif partisipan. Pemahaman tersebut tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi didapat setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian. Berdasarkan analisis tersebut kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum yang sifatnya abstrak tentang kenyataan-kenyataan (Hadjar, 1996 dalam Basrowi dan Sukidin, 2002: 2)
Moleong mengemukakan sebelas karakteristik penelitian kualitatif yaitu :
a. Latar alamiah (penelitian dilakukan pada situasi alamiah dalam suatu keutuhan)
b. Manusia sebagai alat (Manusia/peneliti merupakan alat pengumpulan data yang utama)
c. Metode kualitatif (metode yang digunakan adalah metode kualitatif)
d. Anaslisa data secara induktif (mengacu pada temuan lapangan)
e.Teori dari dasar/grounded theory (menuju pada arah penyusunan teori berdasarkan data)
f. Deskriptif (data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka)
g. Lebih mementingkan proses daripada hasil
h. Adanya batas yang ditentukan oleh fokus (perlunya batas penelitian atas dasar fokus yang timbul sebagai masalajh dalam penelitian)
i. Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data (punya versi lain tentang validitas, reliabilitas dan obyektivitas)
j. Desain yang bersifat sementara (desain penelitian terus berkembang sesuai dengan kenyataan lapangan)
k. Hasil penelitiaan dirundingkan dan disepakati bersama (hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama antar peneliti dengan sumber data).
            Penelitian kualitatif mempunyai tiga buah bentuk, yaitu:
2.1. Phenomenology
            Menurut Husserl dan Heidegger, fenomenologi adalah sebuah pendekatan untuk mengeksplorasi dan memahami pengalaman hidup orang setiap hari.
Dalam faham fenomenologi sebagaimana diungkapkan oleh Edmund Husserl, bahwa kita harus kembali kepada benda-benda itu sendiri (zu den sachen selbst), obyek-obyek harus diberikan kesempatan  untuk berbicara melalui deskripsi fenomenologis guna mencari hakekat gejala-gejala (Wessenchau). Husserl berpendapat bahwa kesadaran bukan bagian dari kenyataan  melainkan asal kenyataan, dia menolak bipolarisasi  antara kesadaran dan alam, antara subyek dan obyek, kesadaran tidak menemukan obyek-obyek, tapi obyek-obyek diciptakan oleh kesadaran.
            Kesadaran merupakan sesuatu yang bersifat intensionalitas (bertujuan), artinya kesadaran tidak dapat dibayangkan tanpa sesuatu yang disadari. Supaya kesadaran timbul perlu diandaikan tiga hal yaitu  : ada subyek, ada obyek, dan subyek yang terbuka terhadap obyek-obyek. Kesadaran tidak bersifat pasif karena menyadari sesuatu berarti mengubah sesuatu, kesadaran merupakan suatu tindakan, terdapat interaksi antara tindakan kesadaran dan obyek kesadaran, namun yang ada hanyalah kesadaran sedang obyek kesadaran pada dasarnya diciptakan oleh kesadaran.
Berkaitan dengan hakekat obyek-obyek, Husserl berpandapat bahwa untuk menangkap hakekat obyek-obyek diperlukan tiga macam reduksi guna menyingkirkan semua hal yang mengganggu dalam mencapai wessenchau yaitu:  Reduksi pertama. Menyingkirkan segala sesuatu yang subyektif, sikap kita harus obyektif, terbuka untuk gejala-gejala yang harus diajak bicara. Reduksi kedua. Menyingkirkan seluruh pengetahuan tentang obyek yang diperoleh dari sumber lain, dan semua teori dan hipotesis yang sudah ada Reduksi ketiga. Menyingkirkan seluruh tradisi pengetahuan. Segala sesuatu yang sudah dikatakan orang lain harus, untuk sementara, dilupakan, kalau reduksi-reduksi ini  berhasil, maka gejala-gejala akan memperlihaaaatkan dirinya sendiri/dapat menjadi fenomin.
Dalam pandangan fenomenologi kenyataan itu merupakan suatu yang utuh, oleh karena itu obyek harus dilihat dalam suatu konteks natural tidak dalam bentuk yang terfragmentasi. subyek dan obyek tidak dapat dipisahkan dan aktif bersama dalam memahami berbagai gejala. Penelitian itu terikat oleh nilai sehinggan hasil suatu penelitian harus dilihat sesuai konteks.
Menurut Guba dan Lincoln, fenomenologi mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
1.      Kenyataan adalah ganda,dibentuk, dan me-rupakan   keutuhan
2.      Pencari tahu dengan yang tahu aktif bersama, jadi tidak dapat dipisahkan
3.      Hanya waktu dan konteks yang mengikat hipotesis kerja (pernyataan idiografis) yang dimungkinkan
4.      Setiap keutuhan berada dalam keadaan mempengaruhi secara bersama-sama sehingga sukar mem-bedakan mana sebab dan mana akibat
5.      Inkuirinya terikat nilai.

2.2. Grounded Theory (GT)
Grounded research banyak memberi sumbangan operasional kualitatif, terutama dalam mencari dan merumuskan teori berdasarkan data empiric.
GT merupakan metodologi penelitian kualitatif yang berakar pada kontruktivisme, atau paradigma keilmuan yang mencoba mengkontruksi atau merekontruksi teori atas  suatu fakta yang terjadi di lapangan berdasarkan pada data empirik. Kontruksi atau rekontruksi teori itu diperoleh melalui analisis induktif atas seperangkat data emik berbentuk korpus yang diperoleh berdasarkan pengamatan lapangan. Hal ini didukung Borgatti (1990) dengan menjelaskan bahwa frasa "grounded theory", nama yang diberikan kepada GT, merujuk pada “theory that is developed inductively from a corpus of data”.
Ide pokok pendekatan GT adalah analisis kualitatif data lapangan yang dilakukan dengan membaca seperangkat teks (catatan lapangan, transkrip wawancara, atau dokumen-dokumen yang relevan) secara seksama (bila perlu berulang-ulang) untuk menemukan konsep-konsep atau kategori-kategori dan hubungan antar konsep maupun kategori tersebut.
Teori yang dihasilkan melalui GT merupakan teori substantif, bukan teori formal. Teori substansi adalah teori yang dibangun dari data berdasarkan wilayah substansi penelitian. Sedangkan teori formal menjangkau berbagai subtansi penelitian. Meskipun demikian, penelitian GT bisa saja menghasilkan teori formal, tapi prosesnya dilakukan bertahap dan membutuhkan analisis yang cermat. Jika suatu teori telah berlaku secara valid pada suatu substansi, teori itu bisa dikembangkan pada substansi yang lebih luas atau substansi lain, sampai menghasilkan teori formal.
Sesuai dengan nama yang disandangnya, tujuan dari Grounded Theory Approach adalah teoritisasi data. Teoritisasi adalah sebuah metode penyusunan teori yang berorientasi tindakan/interaksi, karena itu cocok digunakan untuk penelitian terhadap perilaku. Penelitian ini tidak bertolak dari suatu teori atau untuk menguji teori (seperti paradigma penelitian kuantitatif), melainkan bertolak dari data menuju suatu teori. Untuk maksud itu, yang diperlukan dalam proses menuju teori itu adalah prosedur yang terencana dan teratur (sistematis). Selanjutnya, metode analisis yang ditawarkan Grounded Theory Approach adalah teoritisasi data (Grounded Theory).
Tujuan penelitian GT adalah merekonstruksi teori-teori yang digunakan untuk memahami fenomena. Elliott dan Lazenbatt (2005) mengatakan: “With its origins in sociology, grounded theory emphasises the importance of developing an understanding of human behaviour through a process of discovery and induction rather than from the more traditional quantitative research process of hypothesi testing and deduction.” Oleh karena itu, GT sesuai digunakan dalam rangka menjelaskan fenomena, proses atau merumuskan teori yang umum tentang sebuah fenomena yang tidak bisa dijelaskan dengan teori yang ada
Pada dasarnya Grounded Theory dapat diterapkan pada berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial, namun demikian seorang peneliti tidak perlu ahli dalam bidang ilmu yang sedang ditelitinya. Hal yang lebih penting adalah bahwa dari awal peneliti telah memiliki pengetahuan dasar dalam bidang ilmu yang ditelitinya, supaya ia paham jenis dan format data yang dikumpulkannya.
Penelitian GT diawali dengan pemusatan perhatian pada suatu wilayah kajian dan diikuti oleh pengumpulan data dari berbagai sumber dengan menggunakan berbagai teknik, khususnya wawancara dan obserrvasi lapangan (field observation). Setelah terhimpun, data-data tersebut dianalisis dengan menggunakan teknik 'coding' dan prosedur penyampelan teoritis. Tahap berikutnya adalah menyusun teori (yang menjelaskan fenomena yang diteliti) dengan menggunakan teknik interpretasi. Pada tahap akhir, hasil penelitian disusun secara sistematis. Selaras dengan itu, Creswell (2008: 432) menjelaskan GT dilakukan melalui sebuah prosedur penjaringan data yang sistematis, pengidentifikasian kategori-kategori (tema-tema), penghubungan kategori-kategori tersebut, dan pembentukan teori yang menjelaskan proses tersebut. Dengan demikian teori-teori yang dihasilkan merupakan teori ‘proses’ yang menjelaskan fenomena (tahapan-tahapan proses, tindakan, atau interaksi yang terjadi di kancah penelitian selama penelitian terjadi).
Penelitian GT tidak didasarkan pada generalisasi, melainkan pada spesifikasi. Bertolak dari pola penalaran ini, penelitian GT bermaksud untuk membuat spesifikasi-spesifikasi terhadap kondisi yang menjadi sebab munculnya fenomena tindakan/interaksi yang merupakan respon terhadap kondisi itu, serta konsekuensi-konsekuensi yang timbul dari tindakan nteraksi itu. Jadi, rumusan teoritik sebagai hasil akhir yang ditemukan dari jenis penelitian ini tidak menjustfikasi keberlakuannya untuk semua populasi, seperti dalam penelitian kuantitatif, melainkan hanya untuk situasi atau kondisi tersebut.
2.3. Etnography
Etnografi merupakan metode yang memiliki posisi yang cukup penting di antara metode-metode kualitatif. Posisi penting etnografi dalam kajian antropologi antara lain dinyatakan oleh James Spradley : “ethnographic fieldwork is the hallmark of cultural anthropology”.
Etnografi adalah tipe penelitian kualitatif yang meliputi deskripsi dan interpretasi atau tafsiran dari sebuah budaya dan kebiasaan tingkah laku. Etnometodologi adalah kajian terhadap proses yang dilakukan oleh individu-individu manusia untuk membangun dan memahami kehidupannya sehari-hari (Bogdan & Biklen, 1982).
Ada 2 (dua) pijakan teoritis yang memberikan penjelasan tentang model etnografi, yaitu interaksi simbolik dan aliran fenomenologi, termasuk konstruksi sosial dan etnometodologi. Teori interaksi simbolik, budaya dipandang sebagai sistem simbolik dimana makna tidak berada dalam benak manusia, tetapi simbol dan makna itu terbagi dalam aktor sosial di antara, bukan di dalam, dan mereka adalah umum, tidak mempribadi.
Penelitian etnografi dengan landasan pemikiran fenomenologi adalah inti dari proses mediasi kerangka pemaknaan.Hakekat dari suatu mediasi tertentu akan bergantung dari hakekat tradisi dimana terjadi kontak selama penelitian lapangan (Michael H. Agar, 1986 dan Giddens 1976).
Penelitian etnografi tidak saja berbentuk etnografi lengkap (comprehensive ethnography) dimana mencatat satu total way of life atau memberikan satu deskripsi utuh,lengkap dan mendetail tentang sistem social dan sistem kebudayaan suatu suku bangsa dan topic oriented ethnography (monografi) yang terfokuskan pada satu aspek tertentu, melainkan mulai beranjak kearah hyphothesis oriented ethnography yang bertujuan untuk menguji hipotesa dan tidak sekedar mendeskripsikan.
Langkah-langkah etnografi menurut pemikiran James Spradley dikenal sebagai alur maju bertahap (Developmental Research Sequences) terdiri atas dua belas langkah:
(1) Menetapkan informan;
(2) Mewawancarai informan;
(3) Membuat catatan etnografis;
(4) Mengajukan pertanyaan Deskriptif;
(5) Menganalisis hasil wawancara;
(6) Membuat analisis domain;
(7) Mengajukan pertanyaan struktural;
(8) Membuat analisis taksonomik;
(9) Mengajukan pertanyaan kontras;
(10) Membuat analisis komponen;
(11) Menemukan tema-tema budaya;
(12) Menulis laporan etnografi.

Teknik pengumpulan data lapangan dapat menggunakan salah satu atau lebih yang termasuk dalam metode etnografi, yaitu observasi partisipatif, in-depth interview, focus group discussion (FGD), dan life history (Rejeki, 2004).
Tampilan hasil penelitian etnografi yang dibantu oleh perterjemah dalam mengartikan makna dari satu budaya kedalam suatu bentuk yang tepat pada budaya yang lain dalam pengumpulan datanya menghasilkan beberapa bentuk paparan, yakni
 (1)ethnocentric descriptions adalah studi yang dibentuk dengan tidak menggunakan bahasa asli dan mengabaikan makna yang ada. Masyarakat dan cara berperilaku dikarakteristikkan secara stereotipe;
(2) social science descriptions digunakan untuk studi yang terfokus secara teoritis pada uji hipotesis;
(3)standard ethnographies menggambarkan variasi luas yang ada pada penutur asli dan menjelaskan konsep asli. Studi ini juga menyesuaikan kategori analitisnya pada budaya lain;
(4) monolingual ethnographies, seorang anggota masyarakat yang dibudayakan menulis etnografi dalam bahasa aslinya. Etnografer secara hati-hati membawa sistem semantic bahasanya dan menterjemahkan ke dalam bahasanya;
(5) life histories adalah salah satu bentuk deskripsi yang menawarkan pemahaman terhadap budaya lain. Mereka yang melakukan studi ini akan mengamati secara mendetail kehidupan seseorang dan proses yang menunjukkan bagian penting dari budaya tersebut. Semua dicatat dalam bahasa asli, kemudian diterjemahkan dandisajikan dalam bentuk yang sama sesuaidengan pencatatan;
Penelitian etnografis dapat dibedakan dari karakteristiknya: Deskriptif (konvensional, interpretatif) dan  kritikal (mempertanyakan, emansipatif), yang diteliti adalah praktek-praktek sosial dalam kaitannya dengan sistem dan budaya makro (Poerwandari, 2001). Etnografi deskriptif mengungkap pola, tipologi, dan kategori. Salah satu karakteristik laporan etnografi deskripsi padat (thick description) tidak hanya didapat dari merekam apa saja yang dilakukan partisipan. Thick description merupakan catatan pangalaman yang padat dan mendetail terhadap pengalaman, pola, dan koneksi hubungan sosial yang menyatukan orang-orang.
Geertz, 1973 menyatakan, tujuan dari deskripsi yang “padat” adalah “untuk menarik
kesimpulan yang luas dari fakta-fakta yang kecil, namun memiliki struktur yang sangat padat”. Deskripsi yang padat melampaui hal-hal “faktual” Artinya, deskripsinya bersifat analitis sekaligus teoritis. Etnografi deskriptif berfokus pada deskripsi tentang komunitas atau kelompok. Melalui analisis, etnografi deskriptif mengungkapkan pola, tipologi, dan kategori. Pada etnografi kritis kajian terhadap faktor-faktor sosial-makro seperti kekuasaan, dan meliputi asumsi-asumsi akal sehat serta agenda-agenda tersembunyi. Etnografi kritis dimaksudkan untuk menghasilkan perubahan pada latar yang diteliti.
Seiring perkembangan antropologi yang kian spesifik dan kelahiran disiplindisiplin turunan yang baru, etnografi kemudian tidak lagi memonopoli trade mark antropologi, namun tetap ikut mewarnai kajian-kajian di lapangan baru yang tumbuh belakangan.
Dengan demikian etnografi dapat dimaknai sebagai metode penelitian. Etnogafi diperlakukan sebagai metode penelitian berpayung di bawah paradigm konstruktivisme dan di dalam perspektif teoritik interpretivisme.
Sebagai metode penelitian kualitatif, etnografi dilakukan untuk tujuan-tujuan tertentu. Spradley mengungkapkan beberapa tujuan penelitian etnografi, sebagai berikut:
(1) Untuk memahami rumpun manusia. Dalam hal ini, etnografi berperan dalam menginformasikan teori-teori ikatan budaya; menawarkan suatu strategi yang baik sekali untuk menemukan teori grounded. Sebagai contoh, etnografi mengenai anak-anak dari lingkungan kebudayaan minoritas di Amerika Serikat yang berhasil di sekolah dapat mengembangkan teori grounded mengenaipenyelenggaraan sekolah; etnografi juga berperan untuk membantu memahami masyarakat yang kompleks.
(2) Etnografi ditujukan guna melayani manusia.Tujuan ini berkaitan dengan prinsip ke lima yang dikemukakan Spradley di atas, yakni meyuguhkan problem solving bagi permasalahan di masyarakat, bukan hanya sekadar ilmu untuk ilmu.































BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dengan adanya beberapa metode didalam penelitian kualitatif peneliti akan dapat menentukan pendekatan mana yang akan digunakan, apakah pendekatan dengan phenomenology, grouded theory, ethnography ataupun gabungannya. Dalam penentuan metode penelitian yang akan digunakan tergantung pada tujuan penelitian yang akan dilakukan dan hasil yang diharapkan.

3.2. Saran
            Dalam pemilihan metode penelitian diharapkan menggunakan metode yang sesuai dengan objek dan keadaan yang akan di teliti, sehingga penelitian yang dilakukan berhasil dan bermanfaat bagi orang lain.





















DAFTAR PUSTAKA

Kristi Poerwandari. “Metode Penelitian Kualitatif-Etnografi”.(http//pdf.hulufile.com/artikel-metode-penelitian-kualitatif-etnografi.html,diakses 17 Oktober 2010)
Sofyani I. “Rangkuman hakekat penelitian kuantitaitf, kualitatif dan penelitian tindakan (action research)”.( http://www.imansofyani.co.cc/Penelitian/penelitian1.pdf, diakses 17 Oktober 2010)
Polit, D.F. dan Beck, C.T.2010. Esential Nursing Reserch.Philadelphia: Lippocont William dan Wilkins.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger